PROUD TO BE INDONESIAN, MAY ALLAH SWT ALWAYS SAVE AND BLESS INDONESIA....

Tuesday, December 13, 2011

SEJARAH MAJAPAHIT : PERANG PAREGREG

PERANG PAREGREG adalah perang antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Perang ini terjadi tahun 1404-1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.


BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT
Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 berkat kerja sama Raden Wijaya dan Arya Wiraraja. Pada tahun 1295, Raden Wijaya membagi dua wilayah Majapahit untuk menepati janjinya semasa perjuangan. Sebelah timur diserahkan pada Arya Wiraraja dengan ibu kota di Lumajang.
Pada tahun 1316 Jayanagara putra Raden Wijaya menumpas pemberontakan Nambi di Lumajang. Setelah peristiwa tersebut, wilayah timur kembali bersatu dengan wilayah barat.
Menurut Pararaton, pada tahun 1376 muncul sebuah gunung baru. Peristiwa ini dapat ditafsirkan sebagai munculnya kerajaan baru, karena menurut kronik Cina dari Dinasti Ming, pada tahun 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina. Kerajaan Barat dipimpin Wu-lao-po-wu, dan Kerajaan Timur dipimpin Wu-lao-wang-chieh.
Wu-lao-po-wu adalah ejaan Cina untuk Bhra Prabu, yaitu nama lain Hayam Wuruk (menurut Pararaton), sedangkan Wu-lao-wang-chieh adalah Bhre Wengker alias Wijayarajasa, suami Rajadewi.
Wijayarajasa rupanya berambisi menjadi raja. Sepeninggal Gajah MadaTribhuwana Tunggadewi, dan Rajadewi, ia membangun istana timur di Pamotan, sehingga dalam Pararaton, ia juga bergelar Bhatara Parameswara ring Pamotan.

ARTI, FAKTOR TERJADINYA DAN JENIS-JENIS ANGIN

ANGIN adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah.
Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun kerena udaranya berkurang. Udara dingin di sekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Di atas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dinamanakan konveksi.


FAKTOR TERJADINYA ANGIN, yaitu:
Letak tempatGradien barometris
Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari 2 isobar yang jaraknya 111 km. Makin besar gradien barometrisnya, makin cepat tiupan angin.
Kecepatan angin di dekat khatulistiwa lebih cepat dari yang jauh dari garis khatulistiwa.

Saturday, October 29, 2011

Candi Agung Peninggalan Mpu Nambi Jarang Dikunjungi Masyarakat dan Pelajar

Lumajang, - Candi Agung yang berada di Desa/Kecamatan Randuagung merupakan peninggalan dari Mpu Nambi yang merupakan Mahapatih Pertama Kerajaan Majapahit sejak didirikan oleh Raden Wijaya bersama Arya Wiraraja. Namun, sayang seribu sayang, candi yang diperkirakaan pertapaan Patih Nambi yang merupakan tokoh sejarah asal Lumajang jarang dikunjungi masyarakat dan wisatawan.

"Sepi sekali pengujung kesini mas, padahal ini peninggalan sejarah Lumajang dan cocok untuk pengetahuan pendidikan," kata Sawuk, penjaga situs Candi Agung pada kabarlumajang.net, Kamis (20/10).
Dia menceritakan dari berbagai sumber, Nambi adalah pemegang jabatan rakryan patih pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Ia ikut berjuang mendirikan kerajaan tersebut namun kemudian gugur sebagai korban fitnah pada pemerintahan raja kedua "Jayanegara". Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Nambi sebagai salah satu abdi Raden Wijaya yang ikut mengungsi ke tempat Arya Wiraraja di Songeneb (nama lama Sumenep) ketika Kerajaan Singasari runtuh diserang pasukan Jayakatwang tahun 1292. Sedangkan menurut Kidung Harsawijaya, Nambi adalah putra Arya Wiraraja yang baru kenal Raden Wijaya di Songeneb (Sumenep).

Kidung Harsawijaya mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Terik menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Kisah ini berlawanan dengan Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe yang menyebut nama putra yang dikirim Arya Wiraraja adalah Ranggalawe, bukan Nambi.Pararaton selanjutnya mengisahkan, pada saat Raden Wijaya menyerang Kadiri pada tahun 1293, Nambi ikut berjasa membunuh seorang pengikut Jayakatwang yang bernama Kebo Rubuh."Nambi tokoh asal LUmajang asli," ungkapanya.

Jabatan yang Disandang yang disandang pati Nambi, Dalam kitab Pararaton mengisahkan setelah kekalahan Jayakatwang tahun 1293, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit dan mengangkat diri menjadi raja. Jabatan patih atau semacam perdana menteri diserahkan kepada Nambi. Berita ini diperkuat oleh prasasti Sukamerta tahun 1296 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit, antara lain Rakryan Patih Mpu Tambi.
Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe, pengangkatan Nambi inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Ranggalawe merasa tidak puas atas keputusan tersebut karena Nambi dianggap kurang berjasa dalam peperangan. Atas izin Raden Wijaya, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit menyerang Tuban. Dalam perang itu, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang.

Warga Sumenep Menemukan Makam Kuno

Surabaya, - Penemuan 7 makam di Dusun Kampung Baru, Desa Pandian, Kecamatan Kota, Sumenep, bisa saja penyebar agama Islam dari murid Sunan Bonang. Namun, kepastian itu perlu dilakukan penelitian lebih dalam.

"Ya perlu dicross chek dulu untuk mengetahui kebenarannya. Apa benar yang tertulis di nisannya sesuai dengan zamannya," ujar Ahli Sejarah dan Pemikiran Islam IAIN Sunan Ampel, Surabaya, Prof Abdul A'la, saat bincang-bincang dengan detiksurabaya.com, Selasa (8/3/2011).

Diantara makam yang ditemukan warga 10 Februari 2011 tersebut, terdapat dua makam yang nisannya bertuliskan Bonang dan Syekh Sayid Abdullah. Di bagian nisan tersebut, juga terdapat tulisan caraka Jawa kuno dengan bertuliskan wafat 1151 Hijriyah.

A'la menerangkan, 1151 H yang berarti sekitar abad 17. Kalau di era penyebaran agama Islam yang dilakukan Sunan Ampel, pada abad sekitar 15 dan Sunan Ampel wafat sekitar pertengahan abad 15. Sedangkan Sunan Bonang dalam menyebarkan agama Islam, sekitar pertengahan abad 15 dan wafatnya sekitar awal abad 16.

"Bisa saja makam itu adalah murid tidak langsung dari Sunan Bonang untuk menyebarkan agama Islam di Madura. Tapi semuanya perlu bertugas mencari sepak terjang beliau," kata pria yang juga menjabat sebagai Pembantu Rektor I bidang akademik IAIN Sunan Ampel.

A'la mengimbau kepada masyarakat terkait penemuan makam tersebut, agar mengembalikan fungsi kuburan. Jika dalam waktu lebih dari dua tahun, makam tersebut bisa ditempati makam lainnya.


Sedangkan untuk pemerintahan, bisa mengutus badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan Mojokerto, untuk mengecek ke lokasi dan meneliti, apakah makam itu benar atau tidak.

"Kalau ada, orang boleh mendoakan dan mengingat jasanya serta melaksanakan dan mengingat perjuangannya menyebarkan Islam dengan kedamaian," jelasnya.






Sumber: detik.com, http://arkeologi.web.id

Monday, October 24, 2011

SEJARAH MASJID AGUNG BANGKALAN

Pembangunan Masjid Agung Kota Bangkalan merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan sejarah awal perpindahan pusat pemerintahan kerajaan di Madura, karena sejak ditangkapnya dan dibuangnya Pangeran Tjakraadiningrat ke IV (memerintah tahun 1718 sampai dengan 1745) yang disebut Sidingkap (asal kata Sido-Ing-Kaap) oleh Belanda (Kaap de Goede Hoop/Afrika), yang semula didesa Sembilangan dipindahkan ke Desa Kraton Bangkalan (tahun 1717) dengan diawali 3 bangunan utama yang terdiri dari :
1. Bangunan Kraton (sebolah timer)
2. Bangunan Paseban (di tengah)3. Bangunan tempat ibadah/masjid (sebelah barat)
Adapun penggantinya adalah Pangeran Adipati Setjoadiningrat dengan gelar Panembahan Tjakraadiningrat Ke V yang kemudian setelah watat disebut Pangeran Sidomukti (asal kata Sido-ing-mukti) yang memerintah tahun 1745 sampai 1770 dan dikebumikan di Aermata, Arosbaya. Pada masa pemerintahannya (tahun 1774) Kraton dipindahkan ke Bangkalan.Pangeran Sidomukti mempunyai putra R. Abd. Djamil, menjadi Bupati Sedayu dengan gelar R. Tumenggung Ario Suroadiningrat dan wafat mendahului Pangeran Sidomukti dengan meninggalkan istri yang sedang hamil 7 bulan dan setelah lahir diberi nama R. Tumenggung Mangkuadiningrat dan bergelar Tjakraadiningrat VI (PanembahanTengah) wafat tahun 1780 dimakamkan di Aermata, Arosbaya.
Setelah Tjakraadiningrat VI wafat diganti Saudara ayahnya yang bernama R. Abdurrahman atau R. Tawangalun alias R. Tumenggung Ario Suroadiningrat atau Panembahan Adipati Tjakraadiningrat VII (memerintah tahun 1780 sarnpai dengan 1815) yang kemudian dikenal sebagai Sultan Bangkalan I. Masjid waktu itu masih khusus untuk keluarga kraton.

Mulai Tjakraadiningrat ke VII pemerintahan berupa kesultanan dan penggantinya Sultan R. Abd. Kadirun (Sultan Bangkalan ke II) memerintah tahun 1847. Dalam kurun pemerintahan Sultan R. Abd. Kadirun, tepatnya pada hari Jum’at Kliwon tanggal 14 Jumadil Akhir 1234 H atau 10 April 1819 M sesudah Sholat Jum’at, tiang agung dipancangkan (pemugaran yan pertama) dengan ukuran 30 m x 30 m, dan waktu itu diresmikan sebagai wakaf/dijadikan Masjid Umum (Jami).
Para sesepuh Bangkalan menyatakan bahwa Masjid Jami’ Kota Bangkalan dibina oleh Panembahan Sidomukti dan diwakafkan oleh Sultan R. Abd. Kadirun yang wafat pada tanggal 11 safar 1236 H (tahun 1847) dimakamkan di kompleks tanah Masjid/dibelakang Masjid yang disebut Cungkup. Sedang tulisan (kaligrafi) yang tertera disekeliling Masjid ditulis oleh R. Moh. Zaid yang kemudian diberi gelar Raden Mas Kayadji.
PEMUGARAN MASJID AGUNG BANGKALAN
Dalam pemugaran Masjid Jami’ tersebut berkembang cerita bahwa sewaktu Sultan berkenan hendak meluaskan dan membangun Masjid yang agung dan berwibawa, beliau memerintahkan untuk mencari kayu jati 4 batang yang besar dan tingginya sama untuk tiang agung dan ternyata hanya memperoleh 3 batang, sedang yang satu batang besarnya sama namun tingginya kurang dan kurang lurus, sedang waktu untuk mencari sudah tidak ada lagi.
Dalam keadaan yang demikian, maka tampillah seorang Ulama yang bernama K. Nalaguna (makamnya dikampung Barat Tambak Desa Pejagan Bangkalan) yang kemudian dikenal sebagai Empu Bajraguna (ahli membuat senjata/keris) yang bersedia untuk mengusahakan agar kayu tersebut dimandikan dan dibungkus dengan kain putih dan dikirap keliling kota, dan setelah dikirap kain pembungkusnya dibuka, ternyata berkat karomah Ulama tersebut kayu itu sama tinggi dan besarnya, sehingga tepat pada waktu yang telah ditentukan. Kayu tersebut dipancangkan disebelah muka bagian utara yang kemudian tiang tersebut diambil dari Arosbaya tanpa menggunakan alat pengangkut (transport), cukup dengan gotong royong masyarakat dengan cara sambung menyambung (bahasa madura Lorsolor).

Saturday, October 22, 2011

Arya Wiraraja (Awal Berdirinya Kota Sumenep)


Sumenep Salah Satu Kabupaten Yang Berada Di Ujung Paling Timur Pulau Madura Merupakan Salah Satu Kadipaten Yang Paling Berpangaruh Lahirnya Kerajaan Majapahit.
Tentu Berdirinya Kota Ini Tidak Luput Dari Salah Satu Nama Tokoh Yang Sangat Bijaksana “Arya Wiraraja”.
Kota Yang Juga Di Sebut Kota Bumi Sumekar.
Dan Ini Kisah Bagaimana Kabupaten Sumenep Berdiri..

Saat itu Kadipaten Sumenep berada dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari, dengan penguasanya Raja Kertanegara. Dengan demikian Arya Wiraraja dilantik oleh Raja Kertanegara, sehingga sumber prasasti yang berhubungan dengan Raja Kertanegara dijadikan rujukan bagi penetapan Hari Jadi Kabupaten Sumenep. Sumber prasasti yang dapat dijadikan sebagai rujukan adalah prasasti berikut ini :
1. Prasasti Mua Manurung dari Raja Wisnuwardhana berangkat tahun 1255 M.
2. Prasasti Kranggan (Sengguruh) dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1356 M.
3. Prasasti Pakis Wetan dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1267 M.
4. Prasasti Sarwadharma dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1269 M.
Sedangkan sumber naskah (manuskrip) yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut tokoh Arya Wiraraja, adalah manuskrip berikut :
1. Naskah Nagakertagama karya Rakawi Prapanca pada tahun 1365 M.
2. Naskah Peraraton di tulis ulang tahun 1631 M.
3. Kidung Harsa Wijaya.
4. Kidung Ranggalawe.
5. Kidung Pamancangan.
6. Kidung Panji Wijayakramah.
7. Kidung Sorandaka.
Dari sumber sejarah tersebut, maka sumber sejarah Prasasti Sarwadharma yang lengkapnya berangkat tahun 31 Oktober 1269 M, merupakan sejarah yang sangat signifikan dan jelas menyebutkan bahwa saat itu Raja Kertanegara telah menjadi Raja Singosari yang berdaulat penuh dan berhak mengangkat seorang Adipati.
Prasasti Sarwadharma dari Raja Kertanegara di Desa Penampihan lereng barat Gunung Wilis Kediri. Prasasti ini tidak lagi menyebut perkataan makamanggalya atau dibawah pengawasan. Artinya saat itu Raja Kertanegara telah berkuasa penuh, dan tidak lagi dibawah pengawasan ayahandanya Raja Wisnuwardhana telah meninggal tahun 1268 M.
Prasasti Sarwadharma berisi penetapan daerah menjadi daerah suatantra (berhak mengurus dirinya sendiri) dan lepas dari pengawasan wilayah thani bala (nama wilayah/daerah saat itu di Singosari). Sehingga daerah swatantra tersebut, yaitu daerah Sang Hyang Sarwadharma tidak lagi diwajibkan membayar bermacam-macam pajak, pungutan dan iuran.
Atas dasar fakta sejarah ini maka pelantikan Arya Wiraraja ditetapkan tanggal 31 Oktober 1269 M, dan peristiwa itu dijadikan rujukan yang sangat kuat untuk menetapkan Hari Jadi Kabupaten Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269 M, yang diperingati pada setiap tahun dengan berbagai macam peristiwa seni budaya, seperti prosesi Arya Wiraraja dan rekan seni Budaya Hari Jadi Kabupaten Sumenep.

ARTI KATA SONGENNEP
Dari hasil pemaparan diatas dijelaskan bahwa kata Songennep adalah nama asal dari bahasa kuno. Oleh karena itu dalam mencari kata nama wilayah yang erat kaitannya dengan upaya penentuan Hari Jadinya saya menggunakan sebutan / kata Songennep. Songennep, menurut arti katanya (Etimologi), yaitu :
1. Song berarti relung, geronggang (bahasa Kawi). Ennep berarti mengendap (dengan kata lain tenang). Jadi Songennep berarti lembah bekas endapan yang tenang.
2. Song berarti sejuk, rindang, payung. Ennep berarti mengendap (kata lain tenang). Jadi Songennep berarti lembah endapan yang sejuk dan rindang.
3. Songa berarti relung atau cekungan. Ennep berarti tenang. Jadi Songennep berarti lembah, cekungan yang tenang atau sama dengan pelabuhan yang tenang. Setelah kita menelaah sebutan Songennep dari arti katanya (Etimologi).
Berikut ini akan saya paparkan pendapat-pendapat yang berkembang dikalangan masyarakat sejak dahulu mengenai arti kata Songgennep.
#Songennep berasal dari kata-kata Moso dalam bahasa Madura berarti lawan/musuh. Ngenep berarti bermalam. Jadi songennep berarti lawan/musuh yang bermalam. Ceritera mengenai asal-usul nama "Songennep" berdasarkan versi ini amat populer dikalangan rakyat di Sumenep. Ceritera / pendapat ini dihubungkan dengan suatu peristiwa bersejarah di Sumenep pada tahun 1750, yaitu saat diserangnya dan didudukinya Keraton Sumenep oleh K. Lesap (seorang keturunan Pangeran Cakraningrat V dari salah seorang selirnya).
Pangeran Cakraningrat V, adalah Raja Bangkalan. K. Lesap berhasil menaklukkan sumenep dan dia sempat selama setengah bulan tingga di Keraton sumenep. Hal ini dikisahkan dalam buku Babad Songennep.
Karena kejadian itu (musuh bermalam di Keraton Sumenep). Kota dikatakan Moso Ngenep, yang artinya musuh bermalam.
Cerita ini tentunya tidak benar, sebab kitab pararaton yang ditulis tahun 1475-1485 sudah menuliskan nama Songennep. Ini berarti nama Songennep sudah lahir jauh sebelum K. Lesap menyerang Sumenep.
#Songennep berasal dari kata-kata Ingsun nginep. Ingsun berarti saya, sedangkan nginep berarti bermalam. Pendapat ini kurang populer dikalangan rakyat dibandingkan dengan versi lainnya.
Perubahan Nama SONGENNEP Menjadi SUMENEP
Awal perubahan nama songennep menjadi sumenep ni terjadi pada masa penjajahan Belanda Yaitu Sekitar Permulaan Abad XVIII atau sekitar Tahun 1705...
Hal Ini Di Lakukan Belanda Untuk Menanamkan Pengaruhnya Di Wilayah Madura Terutama Wilayah Madura Timur Dengan Alasan Kemudahan Penyebutan Oleh Orang-Orang Belanda Waktu Itu...
Dan Hal Itu Tidak Terjadi Hanya Di Madura Saja Tapi Juga Terjadi Di Beberapa Daerah Jajahan Contohnya Perubahan Jayakarta Menjadi Batavia...
Kemudian Setelah Bangsa Indonesia Memproklamirkan Kemerdekaannya Oleh Bung Karno Dan Bung Hatta Pada 17 Agustus 1945 Nama Sumenep Di Tetapkan Sebagai Nama Daerah tersebut Sebagai Daerah Tingkat II Di Bawah Provinsi Jawa Timur Dengan Nama Resmi “ KABUPATEN SUMENEP ” Yang Dipimpin Seorang Bupati Sebagai Kepala Daerahnya...

SEKITAR TOKOH ARYA WIRARAJA
Telah diterangkan diatas, bahwa nama mengandung tanda-tanda (alamat) tertentu (nomen sit omen) dan mempunyai arti khusus. Orang tua memberikan nama anaknya dengan maksud tertentu agar anak tersebut berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan nama yang disandang. Demikian pula nama tokoh dalam sejarah lama, seperti Air langga, Mapanji, Daja Bhaja, Kemeswara, Gajah Mada, Hayam Wuruk dan lain-lain. Didalam kitab Pararaton dikatakan bahwa Arya Wiraraja semula bernama Banyak wedi. Halaman 18 Pararaton (edisi Belanda) menyebutkan sebagai berikut :
"Hana ta Wongira, babatangira buyuting nangka, aran Banak Wide, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon adhipatiaring sungennep, angar ing madura wetan".
Selain itu dalam Kitab Kidung Ranggalawe dikatakan sebagai berikut :
Nyanyian I (Durma).
1. Woten Wongiro binatang buyut Nangka, Banak Wideanami, sinung abhiseka,
    arya Wiraraja sira, arupa Sinangsayeni, dinohan preneh, kinon angadhipati.
2. Munggu ing Sumenep parnah Madura Wetan, lawasipun anganti, patang
    puluh tiga, duk andon balanabrang, sira Wiraraja dadi arasa-rasa, dene dinohan apti.
Mengenai nama Wiraraja saya kira sudah cukup jelas. Nama itu berarti: Raja yang gagah perwira (Wira: Perwira, Kesatria, raja: raja, pemimpin). Gelar Arya menunjukkan bahwa Wiraraja adalah seorang pejabat tinggi, lebih-lebih apabila dikaitkan dengan jabatannya sebagai adhipati (adhi: pertama, baik, pati: raja, pemimpin). Gelar Arya dalam masyarakat Jawa Baru berubah menjadi Haryo (Pangeran Haryo).
Adipati ARYA WIRARAJA

Mengetahui asal Arya Wiraraja beberapa sumber berbeda mendapat :
a. PARATON.
Dalam Bab V halaman 27 :
"Hanata Wongira, babatangira buyuting nangka aran Bayak Wide, sinungan pasenggahan Arya Wiraraja".
Artinya : "Adalah seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wirara".
Selain itu, sumber ini menerangkan bahwa Nambi adalah putera Arya Wiraraja sedangkan Ranggalawe disebutkan sebagai keturunan bangsawan Singosari yang terkenal.
b. KIDUNG PANJI WIJAYAKRAMA/KIDUNG RANGGALAWE.
Pupuh Inomor 1220 :
"Woten Wongira binatang buyut nangka, Banyak Wide anami, sinung Abiseka, Arya Wiraraja..........."
Ada seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, Banyak Wide namanya, dia diberi gelar Arya Wiraraja"
Dalam kidung ini dikatakan bahwa Ranggalawe adalah anak dari Arya Wiraraja yang berasal dari desa tanjung Madura Barat.

c. KIDUNG SORANDAKA.
Kidung ini menjelaskan bahwa Nambi adalah anak dari Pranaraja. Menarik sekali untuk diketengahkan suatu Hypotesa Prof. Dr. Slamet Mulyono dalam bukunya "Negara Kertanegara dan tafsir sejarahnya" (halaman 127).
Kita ingin meneliti siapa sebenarnya yang dimaksud dengan Pranaraja dan Mahapati yang disebut dalam Kidung Sorandaka dan Pararaton. Pranaraja telah disebut pada piagam Kudadu (1294), namun tanpa nama.
Pada piagam Penanggungan (1296) namanya dijelaskan pada lempengan IV a baris 1 yakni Sang Pranaraja : Mpu Sina.
Jelaslah sekarang bahwa Ranggalawe alias Arya Adikara adalah putera Wiraraja, sedangkan Mpu Nambi (Tami) adalah putera Mpu Sina.
Drs.Abdur Rachman dalam bukunya "Peranan Madura menuju puncak kebesaran kerajaan Majapahit", bahwa Arya Wiraraja berasal dari Madura (halaman 54).
Atas dasar keterangan-keterangan diatas yang didapat dari sumber diatas makin kuatlah dugaan Arya Wiraraja, berasal dari Madura. Adapun desa Nangka yang disebutkan beberapa sumber, diperkirakan nama desa Nangka yang berada di Kabupaten Bangkalan atau desa Karangnangka yang berada di Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep.

2. JABATAN ARYA WIRARAJA SEBELUM MENJADI ADIPATI DI SUMENEP
Kedudukan/jabatan Arya Wiraraja, beberapa sumber berbeda pendapat:
Mangkudimedja dalam buku serat peraraton. Ken Arok 2 menyebutkan kemungkinan Arya Wiraraja adalah seorang babatangan (Penasehat Spiritual), Babatangan itu mungkin dijaman sekarang bisa diartikan tukang membatang atau meramal, yakni ahli nujum. Orang yang kerjaanya menerangkan atau membukukan segala sesuatu yang sifatnya penuh misteri atau rahasia. Namun semua ini barulah merupakan perkiraan dan dugaan belaka, sebab Dokter Brandes sendiri juga belum yakin arti sebenarnya. Dugaan Dokter Brandes, mungkin yang dimaksud adalah karereyan yang artinya babatangan. Sedemikian tadi akhirnya terserah saja kepada yang ingin menyelidiki. Karena kenyataannya banyak kata-kata kuno yang tidak kita temui lagi dijaman sekarang. Bahkan adakalanya sudah berganti arti serta maksud.(hal.71).
3. ALASAN-ALASAN PEMINDAHAN ARYA WIRARAJA KE SUMENEP
Pemindahan Arya Wiraraja ke Sumenep tentunya tidak terlepas dari situasi politik/kekuasaan Singosari serta pandangan politik dari Raja Kertanegara.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh, saya akan memaparkan secara singkat situasi kerajaan Singosari pada masa itu. Pararaton menggambarkan pemerintah itu dalam Bab V. "Kemudian Ranggawuni (Wisnuwardhana) jadi raja seperti 2 ekor pulau dalam satu liang dengan Mahesacempaka".
Dengan dikemukakannya prasasti Mulamalurung (1255) gambaran kerajaan Singosari makin nyata, dalam uraian prasasti tersebut ternyata apa yang diceritakan Pararaton tidak seluruhnya benar, tidak ada penggunaan Anusapati oleh oleh Tohjaya. Tohjaya menjadi raja menggantikan Guning Bhaya (Agmibhaya). Agar lebih jelas lihat lampiran struktur kerajaan Singosari menurut prasasti Mulamalurung tahun 1255.
Namun Mulamalurung tidak menceritakan bahwa KenArok di bunuh di Dampar Kencana. Dengan bercabang garis keturunan Ken Arok pergantian kekuasaan atau sukses tetap memendam bara api.
Kidung Harsawijaya, mengatakan arya Wiraraja pada masa Singosari adalah seorang demang.
Kidung Wijayakrama tidak menyebutkan dengan pasti apa jabatannya.
Demikian juga dalam kitab Pararaton yang diterjemahkan oleh Drs. Pitono (th. 1966) dan pararaton yang diterjemahkan oleh Ki. J. Padmapuspita (th 1956), hanya menyebutkan Arya Wiraraja adalah seorang bawahan (hamba Kertanegara).
Drs. Abdur Rachman menyebutkan bahwa jabatan/pangkat Arya Wiraraja adalah Demang Nayapati di Singosari.
Dari beberapa gambaran diatas saya dapat menarik kesimpulan :
Gelar Arya Wiraraja menunjukkan bahwa Banyak Wide (Wiraraja) termasuk Pegawai Tinggi atau orang penting dikerajaan Singosari.
Penasehat spiritual yang dimaksudkan oleh penterjemah dasarnya seorang penasehat ahli strategi (politikus) yang bisa membaca situasi. Kecemerlangan analisa-analisanya menyebabkan orang mengira dia punya suatu kelebihan sebagai orang yang bisa meramal kejadian-kejadian yang akan datang.
Kedudukan jabatan dalam pemerintah Singosari menyebabkan dia dekat sekali hubungannya dengan penguasa Singosari (Raja Kertanegara).
Kemungkinan lain yang mendekati kebenaran ialah Demang Kerajaan Bwahan Singosari (Mering) yang menurut prasasti Mulamalurung diperintah oleh Narasingamurti.
Secaningrat (Wisnuwardhana) merasa berhak atas kerajaan Dhaha dan Singosari karena perkawinannya dengan Wanihiun (putera Mahesa Wongateleng). Pada tahun 1250 dia menjatuhkan Dhaha dan Singosari. Namun ia bertindak hati-hati. Narasingamurti (Mahesacempaka) dijadikan ratu Anggabhaya dengan kekuasaan daerah Hering. Ada sedikit benturan dalam penobatan Wisnuwardhana menurut prasati Mulamalurung. "sebuah keterangan yang sangat menarik mengenai penobatan Nararyya Sminingrat kita dapati pula didalam prasasti ini. Keterangan itu menyebutkan bahwa sepenggal Nararyya Tohjaya, semua pejabat dengan pemimpin oleh sang Pamget Ranu Kabayan Sang Apanji Pati-Pati menobatkan Nararyya Sminingrat menjadi raja di Tumapel (Nararyya Sminingrat Tapinasangaken Prajapatya)".
Keterangan tersebut menimbulkan kesan tentang tidak adanya calon yang sah untuk duduk diatas tahta kerajaan atau terdapat bebrapa orang yang tidak berhak yang berusaha untuk menjadi raja.
Menurut prasasti Mulamalurung Wisnuwardhana memerintah mulai tahun 1250 yang menguasai Dhaha dan singosari. Rasa khawatir akan timbulnya sengketa kekuasaan jika kelak dia telah tiada, menybabkan ia buru-buru melantik putera nya Kertanegara sebagai raja muda di Dhaha. Hal ini rupanya untuk mengokohka kekuasaan keturunannya.
Pelantikan Kertanegara sebagai Raja Muda diceritakan dalam prasasti Mulamalurung atau Negarakertagama dalam pupuh XLI 3.12) "Tahun Saka rasa gunung bulan (1176) Batara Wisnu manubatkan puteranya. Segenap rakyat Kediri janggala berduyun-duyun mengastubagia. Raja Kertanenagara nama gelarnya, tetap demikian seteusnya. Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti nama Praja Singasari".

4. ARYA WIRARAJA ADIPATI SUMENEP
Pararaton menceritakan secara singkat dilantiknya Arya Wiraraja menjadi Adipati di Sumenep yang berkedudukan di Madura timur, yang berbunyi :
"Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun adipati ring Sungennep, anger ing madura wetan".
Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah timur.
Pararaton tidak mencantumkan tanggal maupun tahun peristiwa di atas tersebut. Pararaton hanya menceritakan sesudah Wisnuwardhana mangkat dan Kertanegara menggantikan menjadi raja, Wiraraja dipindahkan ke Sumenep.

5. PERANAN ARYA WIRARAJA DALAM MEMBANTU RADEN WIJAYA MENDIRIKAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Mengenai peranan Arya Wiraraja dalam membantu Raden Wiraraja menaklukkan Jayakatwang, mengusir tentara Tartar, sampai tegaknya kerajaan Majapahit diceritakan secara lengkap dalam Pararaton. Kidung Panji Wijayakrama, kidung Ranggalawe dan Kidung Harsawijaya.
Beberapa prasasti seperti Piagam Kedadu (11 September 1294) dan Prasasti Sukamerta (29 Otober 1295), menyebutkan peristiwa-peristiwa penting yaitu pengungsian Raden Wijaya ke Madura.
a. Pararaton.
1. Raden Wijaya menyeberang ke utara turun perahu terhalang malam ditengah sawah didaerah perbatasan Songennep, bermalam ditengah sawah yang baru saja habis disikat pematangnya.
Sembah Wiraraja : Janganlah Tuanku khawatir hanya saja hendaknya tuan bertindak perlahan-lahan.
2. kata Raden Wiraraja : Bapa Wiraraja, sangat besar hutangku kepadamu, jika tercapailah tujuanku, akan kubagi dua tanah Jawa nanti, hendaknya kamu menikmati seperduanya, saya seperdua. Kata Wiraraja Bagaimana saja, Tuanku, asal Tuanku dapat menjadi raja saya.
Demikianlah janji Raden Wijaya kepada Wiraraja.
3. Lama Raden Wijaya bertempat tinggal di Songennep.
Disitu Arya Wiraraja berkata : Tuanku hamba mengambil muslihat, hendaknyalah Tuan pergi menghamba kepada raja Jayakatong, hendaknya Tuan seakan-akan minta maaf dengan kata-kata yang mengandung arti tunduk; kalau sekiranya raja Jayakatong tak keberatan, tuan menghamba itu, hendaknyalah tuan lekas-lekas pindah bertempat tinggal di Dhaha, kalau rupa-rupanya sudah dipercaya, hendaknyalah tuan mohon hutang orang terik kepada raja Jayakatong, hendaknyalah tuan membuat desa disitu. Hamba-hamba Maduralah yang akan menebang hutan untuk dijadikan desa, tempat hamba-hamba Madura yang menghadap tuanku dekat.
Adapun maksud tuanku menghamba itu, agar supaya tuan dapat melihat-lihat orang-orang Jayakatong siapa yang setia, yang berani, sifat-sifat Kebo-Mundarang, sesuadh itu semua dapat diukur hendaknyalah tuanku memohon diri pindah ke hutan orang Terik yang sudah dirobah menjadi desa oleh hamba Madura itu.
b. Kidung Panji Wijayakrama.
Dalam Kidung Panji Wijayakrama peranan Wiraraja dalam membantu Raden Wijaya tidak ada perbedaan yang prinsip jika dibandingkan dengan Pararaton.
c. Kidung Harsa Wijaya.
Atas nasehat sang pertapa mereka (Raden Wijaya) menyebrang ke Madura untuk minta bantuan Arya Wiraraja. Dan di Madura Raden Wijaya menentukan saat yang tepat, untuk merencanakan kembalinya atau merebut kerajaannya.
Kepada Wiraraja ia berjanji akan memberikan separuh kerajaan atas jasa-jasanya dan bantuannya yang tidak terhingga.
Dari gambara-gambaran yang diceritakan oleh sumber-sumber diatas, peranan Arya Wiraraja bukanlah hanya memberikan bantuan kekuatan tentaranya, jauh dibalik itu Wiraraja adalah seorang penganut strategis, dan inspirator berdirinya kerajaan Majapahit.
Tepatlah kiranya apabila Ia disebut sebagai Aktor intelektualis. Penulis sejarah Majapahit tidak akan pernah lepas dari peranan Arya wiraraja serta orang-orang Madura awal pendirinya.

6. KETELADANAN ARYA WIRARAJA
Seorang karena manusiawi, pastilah memiliki kebaikan dan keburukan, kelebihan atau kekurangan. Dalam hal ini kami akan meninjau dari "kebaikan atau kelebihan" agar mempelajari sejarah memperoleh hikmanya.
1. Tahu membaca jaman
Akibat kemahiran berdaya tebak sehingga siapa "coming" man yang akan muncul sebagai penguasa, maka Arya Wiraraja mengikuti jejak ini, sehingga tindakannya mirip dengan tindakan insan politik jaman kini. Bagi orang yang tidak mengikuti "membaca jaman", tindakan Arya Wiraraja ini akan dianggap sebagai penghianatan, seperti pengmbaraan dari Dr. H. J. De Graff.
Mengingat pendirian demikian, maka ia pastilah "anak jaman", "Wongira" orang yang berkuasa/akan berkuasa. Hal ini terbukti :
o Mengabdi kepada Kertanegara sebagai Adipati Songennep.
o Mengingatkan jayakatwang untuk menumbangkan Kertanegara, dan kawannya Empu Raganatha.
o Memberikan perlindungan kepada R. Wijaya dan menjanjikan untuk menolong jadi Raja.
o Membujuk tentara Mongol/Tartar untuk bersama R. Wijaya menumbangkan Jayakatwang.
o Bersama R. Wijaya menghancurkan tentara Mongol/Tartar
o Memberikan puteranya menjadi korban pemberontakan terhadap R. Wijaya. (Peristiwa Rangga Lawe).
o Menjadi "Gubernur"Lumajang, dan dari sana membiarkan Nambi memberontak terhadap R. Wijaya.
Mengingat kepekaan "membaca jaman" ini, arya Wiraraja dalam semua tindakannya bagaikan "kontrofersi". Barangkali hal ini ia sebagai "anak jaman" merupakan produk pada jaman itu, dimana tokoh Kertanegar juga banyak membuat kontroversial.
2. Nasionalisme
Pengabdian Arya Wiraraja adalah untuk Kertanegara yang paling lama. Maka segala sepak terjang Kertanegara dalam usahanya menyatukan Nusantara penaklukan Bali dan Melayu, diketahuinya dengan pasti dan Arya Wiraraja merupakan bagian dari penyatu tersebut. Dimana saja is bertugas, tanpa pandang suku dan wilayah, dilaksanakannya dengan baik. Sejak di Singosari, songennep, Mojopahit, sampai di Lumajang, ia bekerja dengan baik, sehingga ia di semua tempat tersebut dihormati dan dianggap sebagai pemimpinnya.
3. Setia pada tugasnya
Manifestasi kesetiaan Arya Wiraraja ini akan tugasnya tidak pernah menolak tugas. Ia dengan setia menempati pos kerjanya.
o Sebagai "babatananira" ia berdomisili di Singosari.
o Sebagai Adipati ia berdomisili di Songennep.
o Sebagai "pelindung" ia aktif mendirikan Mojopahit.
o Sebagai rakyat menteri ia berdomisili di Mojopahit.
4. Sebagai kuasa usaha Blambangan ia berdomisili di Lumajang akhir hayatnya.
Manifestasi kesetiaannya ini juga tercermin dalam sikap diamnya ketika mengetahui puteranya Ranggalawe dibunuh secara kejam ketika mengadakan pembangkangan terhadap Raden Wijaya. Demikian pula terhadap Nambi yang melakukan dari Lumajang sendiri.
Manifestasi sikap diam dan kesabarannya ini merupakan kesetiaan yang tinggi pada jaman tersebut, yang tercermin ketika pertama kalinya "dijauhkan" ke Songennep.
Kesetiaan yang menonjol lainnya ialah ketika ia dengan rendah hati menolong R. Wijaya yang terlunta-lunta dengan menjanjikan untuk mengembalikannya sebagai raja.
5. Cerdik
Kecerdikan Arya Wiraraja sangat nampak ketika "menyutradarai" berdirinya kerajaan Majapahit dengan tokoh sentral Raden Wijaya. Urutan sekenarionya adalah :
6. Agar R. Wiraraja pura-pura menyerah kepada Prabu Jayakatwang.
7. Wiraraja kemudian mengirimkan surat dengan utusan yang menyatakan bahwa R. Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada sang Prabu Jayakatwang.
8. Agar R. Wijaya diterima sebagai pegawai istana.
9. Selama tinggal di istana agar menyelidiki kekuatan tentara Dhaha/ Kediri.
10. Bila kelak telah dipercaya, agar mengajukan permohonan untuk membuka hutan Tarik. Dan tenaga akan di kerahkan dari Madura. Apabila daerah Tarik telah siap, agar R. Wijaya pindah menetap disana.
11. Selanjutnya R. Wijaya agar mencari simpati orang-orang Tumapel dan menariknya untuk menetap di tarik.
12. Orang Madura akan dikerahkan ke Tarik sehingga perkampungan tersebut menjadi kuat (menjadi Majapahit), dan siap untuk melawan Dhaha.
13. Aria Wiraraja menghubungi tentara Tartar/Mongol untuk bersama menggempur Jayakatwang dengan janji akan menganugerahi putra-putri keraton yang cantik.
14. Penghancuran tentara Jajakatwang oleh tentara tarta yang juga dibantu R. Wijaya dan Wiraraja.
15. Penyerahan tentara keraton hendaknya diterima oleh pembesar tentara Tartar tanpa senjata, karena putra-putri tersebut "Alergi" terhadap senjata.
16. Penyerangan tentara Tartar yang tidak berdaya oleh R. Wijaya bersama Wiraraja sampai kelaut.
17. Penobatan R. Wijaya sebagai raja Majapahit.

dikutip dari :
http://www.aguslempar.com/

Friday, October 21, 2011

Asal Usul Pulau Madura


DICERITAKAN bahwa pulau Madura ini bermula terlihat oleh pelajar-pelajar pada jaman purbakala sebagai pulau yang terpecah-pecah sehingga merupakan beberapa puncak-puncak tanah yang tinggi (yang sekarang menjadi puncaknya bukit-bukit di Madura) dan beberapa tanah datar yang rendah apabila air laut surut kelihatan dan apabila air laut pasang tidak kelihatan (ada di bawah air). Puncaknya-puncak yang terlihat itu diantaranya yang sekarang disebut Gunung Geger di daerah Kabupaten Bangkalan dan Pegunungan Pajudan di daerah Kabupaten Sumenep.
Diceritakan bahwa pada jaman purba ada suatu negara yang bernama negara Mendangkawulan yang didalamnya terdapat subuah kraton yang bernama Gilling Wesi. Rajanya bernama Sanghiangtunggal. Menurut dugaan orang Madura dikiranya ada disuatu tempat didekat Gunung Semeru didekat puncakala yang bernama Gunung Bromo. Jaman tersebut kira-kira sekitar tahun 929 Masehi.
Raja tersebut mempunyai seorang putri yang masih gadis. Pada suatu hari, putri tersebut bermimpi kemasukan rembulan dari mulutnya terus masuk ke dalam perutnya dan tidak keluar lagi. Setelah beberapa bulan setelah kejadian itu, putri tesebut menjadi hamil dan tidak ketahuan siapa ayah dari calon bayi tersebut. Beberapa kali ayahnya bertanya tentang sebab musababnya, tapi putrinya sama sekali tidak menjawab karena iapun juga tidak mengetahui apa yang telah terjadi pada dirinya.
Raja tadi amat marah dan memannggil Patihnya yang bernama Pranggulang. Patih tersebut diperintah untuk membunuh putri tersebut dan membawa kepala putrinya ke hadapan raja tersebut. Apabila Patih tersebut tidak sanggup memperlihatkan kepala putrinya itu maka Patih tidak diperkenankan menghadap raja dan tidak dianggap lagi sebagai Patih di Kerajaannya.
Maka berangkatlah Patih dengan membawa sang Putri keluar dari Kraton menuju hutan rimba. Setelah sampai disuatu tempat di dalam hutan belantara, maka Patih menghunus pedangnya dan mulai memegang leher Putri tersebut, akan tetapi hampir pedang tersebut sampai ke lehernya pedang tersebut terjatuh ke tanah. Setelah kejadian tersebut sang Patih termenung dan berpikir bahwa hamilnya Putri tersebut tentu bukan dari kesalahannya, tetapi tentu ada hal yang luar biasa dan akhirnya Patih Pranggulang mengalah untuk tidak kembali ke rajanya dan mulai saat itu ia berubah nama menjadi Kijahi Poleng (Poleng artinya dalam Bahasa Madura yakni kain tenunan Madura) dan ia merubah pakaian yaitu memakai kain, baju dan ikat kepala dari kain poleng. Ia memotong kayu-kayu untuk dijadikan perahu (oleh orang Madura dinamakan Ghitek atau orang Jawa bilang Getek).
Sebelum Putri tadi diberangkatkan, Kijahi Poleng memberikan beberapa bekal berupa buah-buahan serta berpesan bahwa jika sang Putri memerlukan pertolongannya supaya sang Putri menghentakkan kakinya ketanah sebanyak 3 kali maka seketika itu Kijahi Poleng datang untuk menolongnya.
Putri tersebut oleh Kijahi Poleng didudukkan diatas ghitek itu yang kemudian ditendangnya Ghitek tersebut menuju “Madu Oro” (pojok di ara-ara) artinya pojok menuju ke arah yang luas. Diceritakan bahwa sebab inilah Pulau ini bernama Madura. Ada juga yang mengatakan bahwa nama Madura itu dari perkataan “Lemah Dhuro” artinya tanah yang tidak sesungguhnya yaitu apabila air laut pasang tanahnya tidak kelihatan, apabila air laut surut maka tanah akan kelihatan.
Singkat cerita Ghitek tersebut terdampar di Gunung Geger (disitu asalnya tanah Madura) dan memang menurut Babad-babad apabila ada yang tertulis perkataan tanah Madura, maka yang dimaksudkan adalah Kabupaten Bangkalan juga termasuk Kabupaten Sampang, sedangkan apabila ada yang menyebutkan daerah-daerah disebelah Timur dari daerah-daerah tersebut maka dimaksudkan adalah Kabupaten Sumenep atau Sumekar atau Sumanap dan dituliskannya Pamekasan.

Sunday, September 18, 2011

JARINGAN RAKSASA TEROWONGAN BAWAH TANAH

terowongan_zaman_batuJaringan terowongan bawah tanah dari Zaman Batu ditemukan membentang dari Skotlandia hingga Turki.
"Bukti-bukti keberadaan terowongan tersebut telah ditemukan di bawah ratusan permukiman zaman Neolitik di seluruh benua," kata arkeolog Jerman Heinrich Kusch yang memaparkan hal tersebut dalam bukunya Secrets of The Underground Door To An Ancient World.

Dalam buku itu, Heinrich menyebutkan bahwa banyaknya terowongan yang masih ada hingga saat ini sejak 12 ribu tahun lalu menjadi bukti betapa besarnya jaringan terowongan di masa itu. "Di Bavaria, Jerman, saja kami menemukan terowongan sepanjang 700 meter. Sementara di Styria, Austria, kami juga menemukan terowongan serupa sepanjang 350 meter," katanya.

Terowongan-terowongan tersebut berjumlah ribuan dan membentang dari Skotlandia hingga Mediterania. Terdapat ceruk dalam setiap terowongan yang di beberapa tempat berukuran cukup besar dan dilengkapi dengan tempat duduk, tempat penyimpanan, bahkan kamar. "Meski tidak semuanya tersambung, namun jika seluruhnya disatukan akan menjadi terowongan bawah tanah raksasa," jelas Heinrich.

Sebagian ahli meyakini jaringan terowongan tersebut merupakan jalan terlindung bagi manusia untuk menghindari predator. Sementara ahli lain meyakini, beberapa jaringan terowongan yang saling tersambung berfungsi seperti jalan raya zaman sekarang sebagai sarana mobilitas yang aman dari perang, kekerasan, bahkan cuaca di permukaan tanah.


Sumber: nationalgeographic.co.id,
             http://arkeologi.web.id/

PENYAKIT MULUT-TANGAN-KAKI (FLU SINGAPURA????)


Dr HANDRAWAN NADESUL



PENYAKIT Mulut-Tangan-Kaki atau hand-foot and mouth disease (HFMD) diawali dengan demam, sama dengan penyakit infeksi umumnya. Yang membedakan kalau ini kemungkinan HFMD ialah munculnya semacam cacar, yakni lentingan bening di selaput lendir mulut bagian geraham.
Tetapi lenting cacar di selaput lendir mulut bukan hanya disebabkan oleh HFMD tetapi ada sederet penyakit lain yang gejalanya serupa. Herpes simplex di mulut pun menyerupai cacar juga. Kepastian menganai HFMD adalah dengan cara mengisolasi virus dan memeriksanya di laboratorium, serta mengamati tumbuhnya cacar yang sama di tangan dan kaki.

Bedanya dengan herpes simplex di rongga mulut, biasanya penyakit herpes kambuh berulang di tempat yang sama. Sedang pada penyakit HFMD biasanya langsung kebal dan tak kambuh lagi. Orang dewasa umumnya sudah kebal terhadap serangan virus jenis ini, kecuali jika menderita kerentanan imunitas seperti orang dewasa pengidap HIV yang masih mungkin terinfeksi HFMD lagi.
Penyebab dari HFMD adalah virus (coxsackie), yang berada dalam air liur dan lendir mulut, atau tinja. Jika pengidap virus mencium, mengecup anak, maka virus HFMD dapat ditularkan.
Penularan juga sering terjadi di tempat penitipan anak, dan di sekolah. Maka setiap ada anak yang tampak semacam ada cacar di kulit tangan dan kaki, atau di sekitar bibir, selain di dalam rongga mulut, perlu dicurigai kalau itu penyakit HFMD. Kemungkin lain sejenis herpes simplex yang sama-sama menular juga. Maka perlu dilakukan tidak mengizinkan anak sakit ke sekolah, bermain atau berkumpul dengan anak sehat lainnya.

Sebagaimana umumnya penyakit virus, HFMD pun tidak ada obat khusus antivirus-nya. Maka terapi pada kasus HFMD hanya bersifat meredam keluhan dan gejalanya saja (symptomatic). Anak diberikan obat anti-demam, selain pereda rasa tidak enak di mulut, dan merawat kulit yang ada cacar HFMD-nya.

Sebagaimana lazim pada golongan penyakit cacar (cacar air, cacar betulan, atau herpes) kulit yang bercacar perlu dirawat khusus jangan sampai terinfeksi oleh kuman. Saat cacarnya pecah, berisiko tercemar kuman, sehingga cacar berubah menjadi bisul bernanah jika tidak dilakukan perawatan. Jika tidak dicegah, infeksi ikutan (sekunder) pada kulit bercacar akan menambah buruk kondisi anak yang dapat menyisakan bekas borok pada kulit.***

PENYAKIT serupa yakni Penyakit Mulut dan Kaki (FMD) ditularkan oleh hewan. Biasanya hewan ternak apa saja. Umumnya sapi, kambing, domba, dan babi, atau beberapa jenis hewan liar. Virusnya berbeda, berada dalam liur dan sangat menular. Penularan biasanya terjadi secara tidak langsung.
Virus melekat pada pakaian atau kulit setelah menyentuh atau bersinggungan dengan hewan yang sakit. Tampak cacar yang sama pada kaki dan mulut. Saat cacar di mulut tumbuh, air liur keluar berlebihan. Cacar di kulit kaki mudah pecah dan menimbulkan luka lecet lebar. Yang ditakuti bila virus mengenai otot jantung sehingga terjadi peradangan jantung (myocarditis).

Gejala FMD sama dengan HFMD, yaitu diawali dengan demam. Masa tunas penyakit ± 2-12 hari. Selama demam anak tampak lesu dan lemah, mungkin disertai muntah-muntah. Anak juga tidak mau menyusu karena rasa tidak enak di mulut, serta mual-mual.

Oleh karena itu, penting untuk memelihara kebersihan badan, tangan, pakaian serta jauhi area peternakan ketika ada wabah FMD. Kuatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan bergizi dan cukupi kebutuhan cairan (minum), terlebih saat demam. Amati di tempat penitipan anak dan sekolah anak kalau melihat ada anak yang kulit wajah atau tangan dan kakinya muncul semacam cacar, siapa tahu HFMD. Apa pun jenis cacarnya, tentu penyakit yang menular. Maka anak perlu menghindar.
Jika itu terjadi pada anak kita, tak perlu panik, segera bawa ke dokter guna mendapat penanganan lebih lanjut. Sediakan ‘tempat main’ tersendiri selama sakit masih dalam masa menular. Ikuti nasehat dokter. Tanyakan kapan mulai bisa main bersama kawan-kawannya.***

sumber : http://www.sahabatnestle.co.id

Thursday, August 18, 2011

CANDI DIENG, PWGUNUNGAN DIENG WONOSOBO JAWA TENGAH

Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m. Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Pembangunan Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.
Candi Dieng pertama kali diketemukan kembali pada tahun 1814. Ketika itu seorang tentara Inggris yang sedang berwisata ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Pada tahun 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga tempat kumpulan candi tersebut berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van Kinsbergen.
Luas keseluruhan kompleks Candi Dieng mencapai sekitar 1.8 x 0.8 km2. Candi-candi di kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri yang dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam cerita wayang yang diadopsi dari Kitab Mahabarata. Ketiga kelompok candi tersebut adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatutkaca, Kelompok Dwarawati dan satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.

a. Kelompok Arjuna
Kelompok Arjuna terletak di tengah kawasan Candi Dieng, terdiri atas 4 candi yang berderet memanjang arah utara-selatan. Candi Arjuna berada di ujung selatan, kemudian berturut-turut ke arah utara adalah Candi Srikandi, Candi Sembadra dan Candi Puntadewa. Tepat di depan Candi Arjuna, terdapat Candi Semar. Keempat candi di komples ini menghadap ke barat, kecuali Candi Semar yang menghadap ke Candi Arjuna. Kelompok candi ini dapat dikatakan yang paling utuh dibandingkan kelompok candi lainnya di kawasan Dieng.
Candi Arjuna. Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.


Pada dinding luar sisi utara, selatan dan barat terdapat susunan batu yang menjorok ke luar dinding, membentuk bingkai sebuah relung tempat arca. Bagian depan bingkai relung dihiasi dengan pahatan berpola kertas tempel. Bagian bawah bingkai dihiasi sepasang kepala naga dengan mulut menganga. Di bagian atas bingkai terdapat hiasan kalamakara tanpa rahang bawah. Pada dinding di kiri dan kanan ambang pintu bangunan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Saat ini kedua relung tersebut dalam keadaan kosong.


Pada dinding di sisi selatan, barat dan utara terdapat relung tempat meletakkan arca. Ambang relung diberi bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan Kalamakara di atasnya. Kaki bingkai dihiasi dengan pahatan kepala naga dengan mulut menganga. Tepat di pertengahan dinding di bawah relung terdapat jaladwara (saluran air).



 

CANDI BAKA (ISTANA RATU BOKO),JAWA TENGAH INDONESIA

Candi Baka terletak sekitar 3 km ke arah selatan dari Candi Prambanan atau sekitar 19 km ke arah selatan dari kota Yogyakarta. Kawasan Candi Ratu Baka yang berlokasi di atas sebuah bukit dengan ketinggian ± 195.97 m diatas permukaan laut, meliputi dua desa, yaitu Desa Sambirejo dan Desa Dawung.
Situs Ratu Baka sebenarnya bukan merupakan candi, melainkan reruntuhan sebuah kerajaan. Oleh karena itu, Candi Ratu Baka sering disebut juga Kraton Ratu Baka.  Disebut Kraton Baka, karena menurut legenda situs tersebut merupakan istana Ratu Baka, ayah Lara Jonggrang. Kata 'kraton' berasal dari kata Ka-ra-tu-an yang berarti istana raja. Diperkirakan situs Ratu Baka dibangun pada abad ke-8 oleh Wangsa Syailendra yang beragama Buddha, namun kemudian diambil alih oleh raja-raja Mataram Hindu.

Peralihan 'pemilik' tersebut menyebabkan bangunan Kraton Baka dipengaruhi oleh Hinduisme dan Buddhisme.
Kraton Ratu Baka ditemukan pertama kali oleh arkeolog Belanda, HJ De Graaf pada abad ke-17. Pada tahun 1790 Van Boeckholtz menemukan kembali reruntuhan bangunan kuno tersebut. Penemuannya dipublikasikan sehingga menarik minat para ilmuwan seperti Makenzie, Junghun, dan Brumun yang melakukan pencatatan di situs tersebut pada tahun 1814. Pada awal abad ke-20, situs Ratu Baka diteliti kembali oleh FDK Bosch. Hasil penelitiannya dilaporkan dalam tulisan berjudul Keraton Van Ratoe Boko.  Ketika Mackenzie mengadakan penelitian, ia menemukan sebuah patung yang menggambarkan seorang laki-laki dan perempuan berkepala dewa sedang berpeluk-pelukan. Dan di antara tumpukan batu juga diketemukan sebuah tiang batu bergambar binatang-binatang, seperti gajah, kuda dan lain-lain.
Di situs Ratu Baka ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 792 M yang dinamakan Prasasti Abhayagiriwihara. Isi prasasti tersebut mendasari dugaan bahwa Kraton Ratu Baka dibangun oleh Rakai Panangkaran. Prasasti Abhayagiriwihara ditulis menggunakan huruh pranagari, yang merupakan salah satu ciri prasasti Buddha. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Raja Tejapurnama Panangkarana, yang diperkirakan adalah Rakai Panangkaran, telah memerintahkan pembangunan Abhayagiriwihara. Nama yang sama juga disebut-sebut dalam Prasasti Kalasan (779 M), Prasati Mantyasih (907 M), dan Prasasti Wanua Tengah III (908 M). Menurut para pakar, kata abhaya berarti tanpa hagaya atau damai, giri berarti gunung atau bukit. Dengan demikian, Abhayagiriwihara berarti biara yang dibangin di sebuah bukit yang penuh kedamaian.  Pada pemerintahan Rakai Walaing Pu Kombayoni, yaitu tahun 898-908, Abhayagiri Wihara berganti nama menjadi Kraton Walaing.
Kraton Ratu Baka yang menempati lahan yang cukup luas tersebut terdiri atas beberapa kelompok bangunan. Sebagian besar di antaranya saat ini hanya berupa reruntuhan.

Gerbang
Gerbang masuk ke kawasan wisata Ratu Baka terletak di sisi barat. Kelompok gerbang ini terletak di tempat yang cukup tinggi, sehingga dari tempat parkir kendaraan, orang harus melalui jalan menanjak sejauh sekitar 100 m. Pintu masuk terdiri atas dua gerbang, yaitu gerbang luar dan gerbang dalam. Gerbang dalam, yang ukurannya lebih besar merupakan gerbang utama.






Sejarah Sunda Mulai Terkuak

Prasasti koleksi Museum Adam Malik Jakarta, ikut memperkuat dugaan adanya kesinambungan Kerajaan Pasundan dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Bahkan bila dikaitkan dengan temuan – temuan prasasti di Jawa Barat termasuk temuan tahun 90-an, prasasti ini ikut memberi titik terang sejarah klasik di Tanah Pasundan yangselama ini masih gelap.

Kepala Bidang Arkeologi Klasik pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Dr Endang Sri Hadiati didampingi peneliti arkeologi spesialis Sunda, Richadiana Kartakusuma SU, mengemukakan itu saat ditemui Kompas di ruang kerjanya di Jakarta, Senin (20/2). Keduanya ditemui dalam kaitan dengan Sejarah Klasik Sunda yang selama ini masih gelap, bila dibanding dengan sejarah klasik di Jawa Tengah, yang telah mampu memberikan sejarah lebih runtut.

Bila benar dugaan adanya kesinambungan antara Raja Sunda dan Jawa Tengah ini, maka ini merupakan asumsi sejarah baru dalam perkembangan sejarah nasional selama ini. Endang Sri Hadiati menyatakan, kesinambungan atau adanya dugaan hubungan antara Kerajaan Pasundan dan kerajaan di Jawa Tengah itu disebut-sebut dalam lontar Carita Parahiyangan yang ditemukan Ciamis, Jawa Barat.

Lontar yang ditemukan tahun 1962 ini mengisahkan tentang raja-raja Tanah Galuh Jawa Barat. Salah satu lontar dari Carita Parahiyangan yang belum diketahui angka tahunnya itu di antaranya menyebut nama Sanjaya sebagai pencetus generasi baru yang dikenal dengan Dewa Raja.

Apa yang disebut dalam Carita Parahiyangan, menurut Richadiana, ada kesamaan makna dengan prasasti yang ditemukan di Gunung Wukir, yang berada di antara daerah Sleman dan Magelang (Jawa Tengah). Prasasti batu abad VII yang kemudian disebut sebagai Prasasti Canggal itu secara jelas menyebut, bahwa di wilayah itu telah berdiri wangsa atau kerajaan baru dengan Sanjaya nama rajanya, atau dikenal kemudian sebagai Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. ‘Saya belum berani memastikan adanya kesinambungan Raja Sunda dan Jawa. Yang pasti, Carita Parahiyangan yang berisi tentang cerita raja-raja Galuh itu, salah satunya menyebut nama Sanjaya yang membuat kerajaan baru, dan itu sama persis yang disebutkan dalam prasasti Canggal di Jawa Tengah,” tegas Richadiana.

Menurut Richadiana, dugaan itu diperkuat pula dengan prasasti yang dikoleksi oleh Adam Malik (almarhum), yang dikenal dengan prasasti Sragen (ditemukan di Sragen Jateng). Richadiana tidak tahu persis kapan prasasti itu dikoleksi Adam Malik. Yang pasti, prasasti itu isinya juga bisa menjadi fakta adanya dugaan kesinambungan antara Kerajaan Pasundan dan Jawa.
Dua abad hilang

Endang Sri Hadiati dan Richadiana mengakui, sejarah Pasundan memang masih gelap, artinya belum mempunyai alur sejarah yang mendekati pasti.”Tonggak sejarah klasik Jawa Barat hanya pada 6 buah prasasti Raja Tarumanegara sekitar abad V. Temuan prasati lain tidak mendukung adanya kelanjutan sejarah, karena selisih waktunya berabad-abad,” tandasnya. Namun begitu, jika dicermati dan dikaitkan dengan temuan tahun 90-an ini, sebenarnya hanya rentang waktu dua abad saja sejarah Klasik Sunda yang hilang, bila dihitung sejak Raja Tarumanegara, yaitu antara abad ke V – VII.

Richadiana mengatakan, setelah abad Raja Tarumanegara V sampai abad ke VII memang tidak ditemukan prasasti. Namun lontar Carita Parahiyangan mengisahkan adanya kehidupan raja-raja di Tanah Galuh pada abad VII, disusul kemudian adanya temuan prasasti abad VIII Juru Pangambat. Prasasti ini ditemukan di seputar prasasti Tarumanegara, yang mengisahkan tentang adanya seorang pejabat tinggi yang bernama Rakai Juru Pangambat.

Menurut Richadiana, prasasti Huludayueh yang ditemukan di Cirebon tahun 1990 mengisahkan bahwa antara abad 10 sampai 12 hidup seorang Raja bernama Pakuan. Sebelum itu ditemukan prasasti di Tasikmalaya yang dikenal dengan prasasti Rumatak. Prasasti berangka tahun 1.030 ini mengisahkan bahwa pada masa itu hidup seorang Raja Jaya Bupati. ‘Sebenarnya kalau kita runut prasasti-prasasti itu sudah mengindikasikan adanya urutan sejarah klasik Sunda. Tidak ada peminat yang mempelajari sejarah klasik orang Sunda, selain orang Sunda sendiri. Itu yang menyebabkan sejarah Sunda seperti merana,’ tegasnya. (top)

Disadur dari :
KOMPAS, Selasa, 21-02-1995. Hal. 16
PUSAT INFORMASI KOMPAS
Judul asli : Sejarah Sunda mulai terkuak
Sumber:http://tuturussangrakean.blogspot.com/2009/06/sejarah-sunda-terkuak.html
            http://www.metasains.com/sejarah-sunda/

Wednesday, August 17, 2011

Arca Arca Buddha pada Candi Borobudur

Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi lotus serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu.

Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung , baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu.

Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa.

Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang sejak penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri.

Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas.

Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat. Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna simbolisnya tersendiri.
Mengikuti urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam dimulai dari sisi Timur, maka mudra arca-arca buddha di Borobudur adalah:

Arca Borobudur Buddha Abhayamudra
Buddha Abhayamudra
Lokasi Arca: Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi utara.; Arah Mata Angin: Utara.; Mudra: Abhaya mudra; Melambangkan: Ketidak-gentaran.; Dhyani Buddha: Amoghasiddhi

Arca Borobudur BuddhaBhumisparsamudra.
BuddhaBhumisparsamudra
Lokasi Arca: Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi timur.; Arah Mata Angin: Timur.; Mudra: Bhumisparsa mudra.; Melambangkan: Memanggil bumi sebagai saksi.; Dhyani Buddha: Aksobhya.

Arca Borobudur Buddha Waramudra.
Buddha Waramudra
Lokasi Arca: Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi selatan.; Arah Mata Angin: Selatan.; Mudra: Wara mudra.; Melambangkan: Kedermawanan.; Dhyani Buddha: Ratnasambhawa.
Arca Borobudur Buddha Dhyanamudra.
Buddha Dhyanamudra
Lokasi Arca: Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi barat.; Arah Mata Angin: Barat.; Mudra: Dhyana mudra.; Melambangkan: Semadi atau meditasi.; Dhyani Buddha: Amitabha.

Arca Borobudur Buddha Witarkamudra.
Buddha Witarkamudra
Lokasi Arca: Relung di pagar langkan baris kelima (teratas) Rupadhatu semua sisi.; Arah Mata Angin: Tengah.; Mudra: Witarka mudra.; Melambangkan: Akal budi.; Dhyani Buddha: Wairocana.

Arca Borobudur Buddha Dharmacakramudra.
Buddha Dharmacakramudra
Lokasi Arca: Di dalam 72 stupa di 3 teras melingkar Arupadhatu.; Arah Mata Angin: Tengah.; Mudra: Dharmachakra mudra.; Melambangkan: Pemutaran roda dharma.; Dhyani Buddha: Wairocana.

[sumber: wikipedia | foto: Koleksi TROPENMUSEUM]
http://www.indonesiakuno.com/

Saturday, August 6, 2011

Masjid Bayan Beleq, Sejarah Masuknya Islam di Lombok

Sejarah masuknya agama Islam disinyalir telah terjadi pada abad 11 Masehi. Dan, Masjid Bayan Beleq di Lombok menjadi saksi sejarah peradaban itu...

Masjid Bayan Beleg LombokMasjid Bayan Beleg Lombok
PULAU Lombok, di provinsi Nusa Tenggara Barat, terkenal dengan keindahan Gunung Rinjani dan Pantai Senggigi nya yang menawan. Di luar itu, pulau nan indah di sebelah timur pulau Bali ini rupanya menyimpan bukti sejarah perkembangan Islam yang teramat tua, namun masih terawat dengan baik hingga kini.

Itulah Masjid berarsitektur tradisional khas pulau Lombok bernama Masjid Bayan Beleq. Masjid Bayan Beleq kini menjadi salah satu ikon pariwisata kabupaten Lombok Utara, bersama sama dengan Gunung Rinjani. Masjid kuno ini juga diabadikan dalam lambang daerah kabupaten Lombok Utara. Masjid Kuno Bayan Beleq digambarkan dalam bentuk siluet bewarna merah sebagai integritas peradaban masyarakat Lombok Utara.

Logo kabupaten Lombok Utara..Disebutkan, bangunan Masjid Kuno Bayan menggambarkan tonggak peradaban masyarakat Lombok Utara yang dibangun berdasarkan kesadaran kosmos, kesadaran sejarah, kesadaran adat dan kesadaran spiritual. Konstruksi Masjid Kuno Bayan terdiri dari kepala, badan dan kaki, menggambarkan dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah yang merupakan satu kesatuan dalam entitas kosmos masyarakat Lombok Utara.

Masjid Kuno Bayan, merupakan salah satu warisan budaya yang harus dipelihara sebagai situs cagar budaya yang berkontribusi dalam National Heritages. Warna merah pada stilisasi bangunan masjid kuno Bayan menunjukkan keberanian untuk menegakkan jati diri sebagai masyarakat budaya yang dibangun berdasarkan religiusitas yang kuat.

Masjid Bayan Beleq terletak di desa Bayan, Kecamatan Bayan kabupaten Lombok Utara propinsi Nusa Tenggara Barat. Pulau Lombok dapat dicapai dengan pesawat terbang dari Jakarta, Surabaya, Bali, dan kota-kota lain. Dari Kota Mataram, perjalanan menuju Kecamatan Bayan dilanjutkan dengan transportasi umum atau dapat juga ditempuh dengan kendaraan sewaan. Masjid Bayan Beleq berjarak sekitar 87 kilometer dari kota Mataram, berada pada ketinggian 355 meter dari permukaan laut.

SEJARAH BALI KUNO

  • Bali Sebelum Tahun 800
Tonggak awal rentangan masa Bali Kuno, adalah abad VIII. Atas dasar itu maka periode sebelum tahun 800 sesungguhnya tidak termasuk masa Bali Kuno. Gambaran umum periode tersebut diharapkan dapat menjadi landasan pemicaraan mengenai masa Bali Kuno, sehingga terwujud uraian lebih utuh. Gambaran periode sebelum tahun 800 itu meliputi masa prasejarah Bali dan berita-berita asing tentang Bali, khususnya yang berasal dari Cina.
Babakan masa prasejarah Bali pada dasarnya sesuai dengan babakan masa prasejarah Indonesia secara keseluruhan. Babakan itu meliputi tingkat-tingkat kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan (baik yang tingkat sederhana maupun tingkat lanjut), masa bercocok tanam, dan masa perundagian atau kemahiran teknik.
Peninggalan-peninggalan masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana ditemukan di desa Sembiran dan pesisir timur serta tenggara Danau Batur. Peninggalan-peninggalan itu berupa kapak perimbas, kapak genggam, pahat genggam, dan serut (Soejono, 1962 : 34-43 ; Heekeren, 1972 : 46). Tahap kehidupan berikutnya, yakni masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut, meninggalkan bukti-bukti di Gua Selonding, Gua Karang Boma I, Gua Karang Boma II yang terletak di perbukitan kapur Pecatu (Kabupaten Badung). Bukti-bukti itu antara lain berupa alat-alat dari tulang dan tanduk rusa, serta sisa-sisa makanan, yakni kulit-kulit kerang dan siput laut, serta gigi babi rusa (Sutaba, 1980 : 15). Bukti-bukti yang serupa ditemukan juga di Goa Gede Nusa Penida (Suastika, 2005 : 30-31).
Pada masa bercocok tanam, jumlah penduduk Bali telah bertambah dan persebarannya semakin meluas. Peninggalan benda-benda budaya mereka ditemukan di Palasari, Pulukan, Kediri, Kerambitan, Bantiran. Kesiman, Ubud, Payangan, Pejeng, Selulung, Selat, Nusa Penida, dan beberapa desa di Kabupaten Buleleng. Benda-benda itu pada umumnya berupa alat-alat dan perkakas yang digunakan sehari-hari, misalnya kapak dan pahat batu persegi empat panjang. Artefak-artefak tersebut di dapat sebagai temuan lepas, dalam arti, bukan merupakan hasil ekskavasi yang sistematik (Sutaba, 1980 : 19 ; cf. Suastika, 1985 : 30-33).
Masa perundagian merupakan babakan terakhir dari masa prasejarah. Benda-benda temuan dari masa ini antara lain berupa nekara (di Pejeng, bebitra, dan Peguyangan), tajak, gelang kaki dan tangan, cincin, anting-anting, ikat pinggang, dan pelindung jari tangan (Sutaba, 1980 : 23-25). Peninggalan-peninggalan lain yang berasal dari masa ini adalah cetakan nekara dari batu di desa Manuaba dan sejumlah sarkofagus yang ditemukan di desa Nongan, Bajing, Bedulu, Mas, Tegallalang, Plaga, Ambyarsari, Poh Asem, Tigawasa, dan Cacang (Sutaba, 1980 : 25-26).
Telah diketahui bahwa sarkofagus adalah salah satu sarana atau wadah penguburan. Wadah penguburan yang lain ada pula berupa tempayan. Tradisi penguburan dengan sarkofagus dan tempayan muncul bersamaan dengan tradisi megalitik di Indonesia, termasuk di Bali. Penguburan dengan tempayan adalah cara penguburan sekunder, yakni penguburan yang dilakukan setelah mayat lebih dahulu dikuburkan di tempat lain (penguburan primer). Dapat ditambahkan bahwa di situs prasejarah Gilimanuk ditemukan pula cara penguburan sekunder tanpa menggunakan wadah. Di situ, pada saat penguburan primer, mayat orang dewasa dan kanak-kanak dikubur dengan posisi membujur atau terlipat. Kemudian, tulang-tulangnya yang tertentu dikumpulkan untuk dikubur kembali di dalam tanah (penguburan sekunder) tanpa menggunakan wadah (Soejono, 1977 : 191-192, 223-227).
Sarkofagus dan peninggalan-peninggalan lain yang berasal dari tradisi megalitik kian hari semakin banyak ditemukan. Peninggalan-peninggalan itu antara lain berupa bangunan suci yang terdiri atas susunan batu, menhir, teras berundak (di Selulung, Batukaang, Tenganan Pegringsingan, Sembiran, dan Trunyan), tahta batu, arca menhir, lesung batu, palung batu, dan batu dakon (di Gelgel), serta arca-arca sederhana yang melambangkan nenek moyang ditemukan di Poh Asem, Depaa, dan Pura Besakih di dea Keramas (Covarrubias, 1972 : 26 ; 167-168 ; Sutaba, 1980b : 30 ; 1982 : 107-108 ; 1995 : 88-93 ; Mahaviranata, 1982 : 119-127 ; Oka, 1985 : 118-129).
Kemampuan menghasilkan benda-benda budaya yang telah disebutkan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan aspek-aspek sosial ekonomi, sosial budaya (termasuk religi), teknologi, dan sebagainya yang dicapai masyarakat prasejarah. Beberapa hal mengenai aspek-aspek itu dikemukakan berikut ini.
Para ahli tampaknya sepakat menyatakan bahwa kehidupan bercocok tanam merupakan “tonggak sejarah” kemajuan peradaban umat manusia yang sangat penting. Di antara mereka, bahkan ada yang menyatakan bahwa perubahan ke tahap kehidupan itu merupakan revolusi pertama dan sangat besar dalam sejarah peradaban umat manusia. Menurut H.R. van Heekeren, nenek moyang pendukung kebudayaan ini di Indonesia, termasuk yang di Bali, sudah menyebar dari tanah daratan Asia Tenggara. Mereka memasuki wilayah kepulauan lebih kurang pada tahun 1500-1000 sebelum masehi, setelah menempuh perjalanan panjang melalui darat, sungai, dan laut (1955 : 40-42).
Kehidupan bercocok tanam mendorong mereka bertempat tinggal tetap dan membangun perkampungan dengan organisasi yang semakin teratur. Mereka telah mengenal perdagangan, paling tidak dengan sistem tukar barang-barang in natura. Kehidupan religi mereka semakin berkembang. Pelaksanaan upacara-upacara berlandaskan konsep magis (sympathic magic) menjelang kegiatan berburu (Kosasih, 1985 : 159), merupakan salah satu hal yang mengawali perkembangan kehidupan religi mereka. Mereka juga telah meyakini adanya “kehidupan” setelah kematian, dalam arti, mereka meyakini bahwa arwah nenek moyang mempunyai kemampuan mengatur, melindungi, dan memberkahi orang-orang yang masih hidup, atau sebaliknya menghukum keturunannya jika ternyata berbuat salah. Hal ini dapat dibuktikan antara lain dengan perlakuan masyarakat terhadap jasad orang yang meninggal atau upacara-upacara penguburan yang diselenggarakan.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...