Moh Hartono - detikSurabaya
Selama ini orang lebih banyak mengenal Keraton Jogyakarta dan Keraton Solo. Di Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Sumenep yang terletak di ujung timur Pulau Madura juga mempunyai hal yang sama yaitu Keraton Sumenep. Keraton ini sempat dipimpin 35 raja.
Namun dalam sejarah keraton Sumenep, yang diangkat kepermukaan hanyalah cerita sebagian raja yang mempunyai popularitas tinggi semasa pemerintahannya dan sebagian ada peninggalan yang terselamatkan.
Salah satunya, Raja Arya Wiraja dilantik sebagai Adipati pertama Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269, yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep.
Arya Wiraja secara umum dikenal sebagai seorang pakar dalam ilmu penasehat dan pengatur strategi, analisanya cukup tajam dan terarah. Sebagian jasa Arya Wiraja antara lain, mendirikan Majapahit bersama Raden Wijaya, menghancurkan tentara Cina atau Tartar serta mengusirnya dari tanah Jawa.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Sumenep, Moh Nasir mengatakan, dalam sejarahnya, Arya Wiraraja dipromosikan oleh Raden Wijaya menjadi Rakyan Menteri di Kerajaan Majapahit dan bertugas di Lumajang.
"Konon, setelah Arya Wiraja meninggalkan Sumenep, kerajaan mengalami kemunduran. Kekuasaan diserahkan kepada saudaranya Arya Bangah dan dilanjutkan secara turun temurun oleh keturunan adiknya," ungkap Nasir dalam perbincangannya dengan detiksurabaya.com di kantornya, Jalan Dr Soetomo, Sumenep, Selasa (20/7/2010).
Nasir menjelaskan, selama Sumenep menjadi Keraton banyak raja yang mempunyai nama besar dan sampai saat ini masih dikeramatkan dan menjadi cerita bagi warga Sumenep secara turun-temurun.
Raja-raja yang mempunyai kelebihan tersendiri dan tetap menjadi cerita antara lain Pangeran Joko Tole (Pangeran Secodiningrat III). Pangeran Jokotole menjadi raja Sumenep yang ke 13 selama 45 tahun (1415-1460).
Kerajaan Sumenep (Songenep-Madura) juga pernah dipimpin seorang perempuan yakni Raden Ayu Tirtonegoro. Dalam sejarah kerajaan Sumenep, dia sebagai Kepala Pemerintahan yang ke 30. Suaminya bernama Bindara Saod yang diberi gelar Tumenggung Tirtonegoro.
Sepeninggalan ratu (meninggal tahun 1762), pucuk pimpinan diserahkan pada putra Bindara Saod hasil dari istri pertama asal Batu Ampar Pamekasan yakni Panembahan Somala.
"Dimasa pemerintahannya, Panembahan Somala membangun keraton Sumenep yang sekarang berfungsi sebagai pendopo kabupaten. Selanjutnya beliau membangun Masjid Jamik pada tahun 1763 dan Asta Tinggi (tempat pemakaman Raja-Raja Sumenep dan keluarganya, red)," jelasnya.
Sedangkan peninggalan raja yang saat ini banyak di musium keraton Sumenep adalah peninggalan Sultan Abdurrachman Pakunataningrat bernama asli Notonegoro putra dari Raja Sumenep, Panembahan Notokusumo I yang berkuasa dari tahun 1811-1854.
Dia mendapat gelar Doktor Kesusastraan dari pemerintah Inggris, karena pernah membantu Letnan Gubernur Jendral Raffles untuk menterjemahkan tulisan-tulisan kuno di batu kedalam bahasa Melayu.
"Sultan Abdurrachman Pakunataningrat juga mendapat hadiah kereta yang saat ini ditempatkan di bangunan pertama atau musium pertama yang tempo dulu sebagai grasi dari kereta itu," ungkapnya.
Disamping itu, dia pandai membuat senjata Keris. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat dikenal sangat bijaksana dan memperhatikan rakyat Sumenep, oleh karena itu ia sangat disegani dan dijunjung tinggi oleh rakyat Sumenep sampai sekarang.
"Keturunan dari raja-raja Sumenep itu masih ada hingga saat ini. Biasanya menggunakan gelar Raden (R) dan RA (Raden Ajeng)," pungkasnya.
(wln/wln)
sumber :
http://surabaya.detik.com/read/2010/07/20/090240/1402575/475/mengenal-menyusuri-kejayaan-keraton-sumenep
No comments:
Post a Comment