Sejarah Kota Malang
Kota Malang, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Malang. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, dan dikenal dengan julukan kota pelajar.
Nama “Malang” berasal dari Candi Malang Kucecwara, sebuah candi yang terletak di kaki Gunung Buring, di timur kota Malang. Candi tersebut dibangun pada abad ke-15.
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada umumnya, Kota Malang tumbuh dan berkembang setelah hadirnya pemerintah kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga sekarang, Misalnya Ijen Boullevard dan kawasan sekitarnya. Pada mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang bagai monumen yang menyimpan misteri dan seringkali mengundang keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana untuk bernostalgia.
Pada tahun 1879, di kota Malang mulai beroperasi kereta api dan sejak itu kota Malang berkembang dengan pesatnya. Berbagai kebutuhan masyarakat pun semakin meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
Sejalan perkembangan tersebut di atas, urbanisasi terus berlangsung dan kebutuhan masyarakat akan perumahan meningkat di luar kemampuan pemerintah, sementara tingkat ekonomi urbanis sangat terbatas, yang selanjutnya akan berakibat timbulnya perumahan-perumahan liar yang pada umumnya berkembang di sekitar daerah perdagangan, di sepanjang jalur hijau, sekitar sungai, rel kereta api dan lahan-lahan yang dianggap tidak bertuan. Selang beberapa lama kemudian daerah itu menjadi perkampungan, dan degradasi kualitas lingkungan hidup mulai terjadi dengan segala dampak bawaannya. Gejala-gejala itu cenderung terus meningkat, dan sulit dibayangkan apa yang terjadi seandainya masalah itu diabaikan.
No comments:
Post a Comment