PROUD TO BE INDONESIAN, MAY ALLAH SWT ALWAYS SAVE AND BLESS INDONESIA....

Thursday, July 21, 2011

Arkeoastronomi, Keagungan Peradaban manusia

Dunia astronomi modern disibukkan dengan penelitian extrasolar planet, dimana manusia ingin mencari “tempat tinggal” yang baru dan peluncuran teleskop luar angkasa yang akan mencari “batas” terluar alam semesta. Semua itu hebat, semua itu canggih, rumit dan mengagumkan. Tetapi, 2000 tahun yang lalu ada pekerjaan lain yang telah dilakukan oleh nenek moyang kita yang tak kalah rumit dari sebuah teleskop Hubble.
Arkeoastronomi adalah sebuah ilmu yang mempelajari astronomi di masa lampau. Secara garis besar, bidang arkeoastronomi dibagi menjadi 3 bagian, yaitu astroarkeologi, sejarah astronomi, dan etnoastronomi. Astroarkeologi mempelajari astronomi dalam hubungannya dengan arsitektur bangunan kuno. Sejarah astronomi mempelajari perjalanan sejarah ilmu astronomi melalui sumber tertulis. Etnoastronomi mempelajari kaitan antara astronomi dan budaya masyarakat di masa lampau. Bila diringkas, arkeoastronomi merupakan bidang ilmu irisan antara astronomi, arkeologi, dan antropologi.

Stonehenge pada tahun 2004. Kredit : David. H Kelley


Salah satu karya astroarkeologi di dunia adalah Stonehenge. Monumen batu terbesar di dunia ini diperkirakan mulai disusun pada tahun 3000 sebelum masehi. Stonehenge terletak 150 km di sebelah barat kota London dan dikelilingi oleh dataran hijau Salisbury. Dengan berat masing–masing batu sekitar 50 ton dan tinggi sekitar 3 meter, batu–batuan ini disusun membentuk lingkaran berlapis.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Hawkins seorang astronom Inggris pada tahun 1963 menyebutkan bahwa posisi batu–batu stonehenge mempunyai korelasi dengan benda–benda langit pada posisi istimewanya. Hal ini berarti bahwa hanya dengan mengamati posisi benda langit dalam stonehenge pada saat tertentu, kita dapat menentukan posisi benda langit tersebut pada saat yang lain. Selain itu, stonehenge dan dua buah lingkaran kecil di luarnya berfungsi sebagai sebuah alat penghitung gerhana. Dengan menandai posisi bulan, matahari dan titik node, lalu menghitungnya sesuai jumlah lubang lingkaran yang ada, maka dapat ditentukan kapan terjadi gerhana. Seperti mekanisme sebuah software astronomi bukan? Perlu diingat bahwa stonehenge dibangun sekitar 3000 tahun sebelum masehi yaitu 4900 tahun sebelum komputer pertama kali dibuat. Sungguh sebuah mahakarya yang agung dari peradaban manusia. Dengan keterbatasan teknologi yang ada pada masa itu, berbekal otak dan pengamatan terhadap benda langit, para leluhur pendiri stonehenge mewujudkan langit berbentuk tiga dimensi ke dalam mekanisme susunan batu.
Karya–karya arkeoastronomi yang lain adalah Piramid Giza di Mesir, kuil Angkor Wat di Kamboja, Star Tower di Korea, Candi Bubaniswar di India, Monumen Tanjung Kumukahi di Hawaii, dan masih banyak lagi. Bangunan-bangunan ini dibangun pada masa lampau dan di masa kini menunjukkan kepada kita tentang keagungan peradaban manusia di zaman itu.

Kuil Angkor Wat di Kamboja. Posisi puncak kuil menandakan posisi matahari pada saat equinox dan solstice. Kredit: David H. Kelley

sumber : http://hurahura.wordpress.com/

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...